Senin, 25 Juni 2012

natural uncertainty contract (NUC) dalam perbankan islam ( Nur Ardiyana)


            Dalam Natural Uncertainty Contract (NUC) adalah suatu jenis kontrak transaksi dalam bisnis yang tidak memiliki kepastian atas keuntungan dan pendapatan, baik dari segi jumlah maupun waktu penyerahannya. Hal ini disebabkan karena transaksi ini sangat terkait dengan kondisi dimasa yang akan datang yang tidak dapat ditentukan. Dengan kata lain, transaksi ini tidak bersifat fixed dan predetermined. Dalam NUC pihak-pihak bertransaksi saling mencampurkan asetnya menjadi satu kesatuan, dan kemudian menanggung resiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan. Disini, untung rugi ditanggung bersama. Karena itu kntrak ini tidak memberikan kepastian pendapatan (return), baik dari segi jumlah maupun waktu. Yang termasuk dalam kontrak ini adalah kontrak-kontrak investasi, jadi sifanya tidak fixed and predetermined. 
1. Musyarakah
• Musyarakah atau syirkah adalah kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
• Secara garis besar musyarakah terbagi dua : 1.
1.      Syirkatu Al-Milk (musyarakah kepemilikan), terciptakarena warisan, wasiat atau kondisi lainnya yang cmengaikibatkan pemilikan suatu aset oleh dua orang atau lebih.
2.      Syirkatu Al-Uqud (musyarakah akad/ kontrak), yang tercipta dengan cara kespakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. Merekapun sepakat berbagi keuntungan dankerugian.
Perserikatan atau perkongsian dalam pemilikan. Eksistensi suatu perkongsian yang tidak perlu kepada suatu akad sebagai pembentukannya, tetapi terjadi dengan sendirinya, hal tersebut dapat terjadi karena dorongan sukarela atas kesepakatan atau ijbari (paksaan hukum) seperti dalam kasus warisan, sebidang tanah warisan yang menjadi milik bersama beberapa oraang ahli waris.
Akad Tijari (Percampuran/ NUC) :
1. Musyarakah
2. Syirkah Al Uqud
Perserikatan berdasarkan suatu akad. Syirkah yang akadnya disepakati dua orang atau lebih untuk mengikatkan diri dalam perserikatan modal, kerja dan keuntungan. Syirkah Al Uqud terbagi empat:, Syirkah Mudhorobah, Syirkah Al `Abdan, Syirkah Al Wujuh dan Syirkah Al Amwal yang terbagi kepada Syirkah Al `Inan dan Syirkah Al Mufawadhah.
Akad Tijari (Percampuran/ NUC) :
1. Musyarakah
• Syirkah Al `Abdan/ Al A`mal
Perserikatan dalam bentuk kerja yang hasilnyadibagi bersama.
• Syirkah Al Wujuh
Perserikatan tanpa modal, mengandalkan nama baik dan kepercayaan, seperti berserikatnya dua orang atau lebih dengan mengandalkan nama baik
Akad Tijari (Percampuran/ NUC) :
1. Musyarakah
• Syirkah Al `Inan
Penggabungan harta atau modal dua orang atau lebih yang tidak harus sama jumlahnya, yang kemudian harta tersebut digunakan untuk suatu usaha dan keuntungannya dibagi bersama.
• Syirkah Al Mufawadhah
Perserikatan yang modal semua pihak dan bentuk kerjasama yang mereka lakukan baik kualitas dan kuantitasnya harus sama dan keuntungan dibagi rata.(dan definisi iniadalaah menurut Madzhab Hanafi)
Akad Tijari (Percampuran/ NUC) :
1. Musyarakah
• Syirkaah Mudharabah
Akad kerja sama antara pemilik modal (shahibul mal) dengan orang yang ahli (mudharib) dalam mengelola uang dalam perdagangan/usaha. Keuntungan dari usaha tersebut di bagi bersama berdasarkan kesepakatan. Apabila terjadi kerugian yangtidak di sengaja, maka pemilik modal menanggung kerugian tersebut. Mudharabah disebut juga oleh ulama Hijaz (Iraq) Muqaradhah/Qiradh.
Akad Tijari (Percampuran/ NUC) :
1. Musyarakah (Mudharabah)
• Mudharabah berasal dari kata “dharb” yang berarti memukul atau berjalan. Yang dimaksud adalah   proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha.
• Kerjasama dilakukan antara pihak pertama, yaitu
shahibul maal (pemilik modal) dengan menyediakan seluruh modal (100%), sedangkan pihak kedua yaitu mudharib (penguasaha) bertindak sebagai pengelola yang melakukan suatu usaha yang disepakati bersama, misal proyek pembuatan rumah, jembatan, jalan dsb.
• Ketika proyek ini mendatangkan hasil atau keuntungan,
maka dibagi antara shahibul maal (pemilik modal) dengan mudharib (pengusaha) sesuai dengan nisbah yang disepakati bersama dalam akad
Akad Tijari (Percampuran/ NUC) :
2. Al-Muzara'ah & Al-Mukhabarah
• Muzara'ah adalah kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (presentase) dari hasil panen.
• Muzara'ah seringkali diidentikkan dengan
mukhabarah. Diantara keduanya terdapat sedikit perbedaan sebagai berikut :
– Muzara'ah : benih dari pemilik lahan.
– Mukhabarah : benih dari penggarap
Sementara itu, NUC berdasarkan pada teori pencampuran (theory of venture). Syarat NUC, harus memiliki ketidakpastian dalam perjanjiannya, misalnya ketidakpastian dalam bisnis. Nama umum NUC adalah syarikah (bahasa Inggris: share). Karena NUC memang secara alami harus memiliki unsur ketidakpastian, sementara itu di sisi lain bank syariah harus menjaga agar tetap profit, maka pembiayaan NUC oleh bank syariah hanya akan membiayai kontrak kerja yang highly predictable, relatively fixed, dan sudah memiliki pembeli (standby buyers). Pada sisi tabarru, perbankan syariah tetap mendapatkan keuntungan dengan cara menggabungkan beberapa konsep akad dalam syariah sekaligus tanpa melanggar konsep sosial itu sendiri.
B.    Natural Uncertainty Contracts (NUC)
Natural Uncertainty Contracts adalah kontrak/akad dalam bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan, baik dari segi jumlah maupun waktunya. Dalam NUC, pihak-pihak yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya (baik real assets maupun financial assets) menjadi satu kesatuan, dan kemudian menanggung resiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan. Di sini, keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Yang termasuk dalam kontrak ini adalah kontrak-kontrak investasi. Kontrak investasi ini tidak menawarkan keuntungan yang tetap dan pasti.
Macam – Macam Natural Uncertainty Contracts (NUC) adalah sebagai berikut:
1.         Musyarakah
Menurut Syafi’i Antonio Akad Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
           Macam – macam musyarakah :
a.         Mufawadhah
Akad kerjasama dimana masing-masing pihak memberikan porsi dana yang sama. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung bersama.
b.         Inan
Akad kerjasama dimana pihak yang bekerjasama memberikan porsi dana yang tidak sama jumlahnya. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung sebesar porsi modal.
c.         Wujuh
Akad kerjasama dimana satu pihak memberikan porsi dana dan pihak lainnya memberikan porsi berupa reputasi. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi modal, pihak yang memberikan dana akan mengalami kerugian kehilangan dana dan pihak yang memberikan reputasi akan mengalami kerugian secara reputasi.
d.         Abdan
Akad kerjasama dimana pihak-pihak yang bekerjama bersama-sama menggabungkan keahlian yang dimilikinya. Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan dan kerugian ditanggung bersama. dengan akad ini maka pihak yang bekerjasama akan mengalami kerugian waktu jika mengalami kerugian.
e.         Mudharabah
f.          Mudharabah merupakan akad kerjasama dimana satu pihak menginvestasikan dana sebesar 100 persen dan pihak lainnya memberikan porsi keahlian. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian sesuai dengan porsi investasi.
           Macam – Macam Mudharabah :
a.         Mudharabah Mutlaqah
Mudharabah Mutlaqah merupakan akan mudharabah dimana dana yang diinvestasikan bebas untuk digunakan dalam usaha oleh pihak lainnya.
b.         Mudharabah Muqayadah
Berbeda dengan Mudharabah Muqayadah, dana yang diinvestasikan digunakan dalam usaha yang sudah ditentukan oleh pemberi dana.
           Muzara’ah
Akad Syirkah dibidang pertanian yang digunakan untuk pertanian tanaman setahun
2.         MusaqahAkad Syirkah di bidang pertanian dimana digunakan untuk pertanian tanaman tahunan.
3.           Mukharabah
Akad Muzara’ah dimana bibitnya berasal dari pemilik tanahDalam makalah ini akan dibahas musyarakah yang termasuk kedalam natural uncertaintycontracts dimana dalam musyrakah atau yang disebut syirkah pihak-pihak yang yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya ( baik real assets maupun financial asset ) menjadisuatu kesatuan dan kemudian menanggung resiko bersama untuk mendapatkan keuntungan
Pengertian menurut bahasa
Musyarakah secara bahasa diambil dari bahasa arab yang berartimencampur. Dalam hal ini mencampur satu modal denganmodal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain.Kata syirkah dalam bahasa arab berasal dari kata
Syarika (fi’ilmadhi), yashruku (fi’il mudhari’)syarikan/syirkatan/syarikatan(masdar/kata dasar); artinyamenjadi sekutu atau syarikat (kamus al Munawar) Menurut artiasli bahasa arab, syirkah berarti mencampurkan dua bahagianatau lebih sehingga tidak boleh dibedakan lagi satu bahagiandengan bahagian lainnya, (An-Nabhani).

Pengertian secara terminology
Menurut Ulama Malikiyah, syirkah adalah : Suatu keizinan untukbertindak secara hukum bagi dua orang yang bekerjasamaterhadap harta mereka.Menurut Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah, syirkah aadlah : Hakbertindak hukum bagi dua orang atau lebih pada sesuatu yangmereka sepakati.Menurut Ulama Hanafiyah, syirkah adalah : Akad yang dilakukanoleh orang – orang yang bekerjasama dalam modal dankeuntungan.
Pengertian secara fiqih
Adapun menurut makna syara’, syirkah adalah suatu akad antara2 pihak atau lebih yang sepakat untuk melakukan kerja dengantujuan memperoleh keuntungan. (An-Nabhani).Secara keseluruhan definisi syirkah yaitu, kerjasama antara duaorang atau lebih dalam berusaha , yang keuntungan dankerugiannya ditanggung bersama.
Landasan Hukum
         Al-Qur’an
 “ . . .maka berserikat pada sepertiga . . . “ ( an-Nissa:12 )تحلصا اولمع اون ا ء ي ذا إ ضب لع هب غ ءطلخا ارثك إ “ Dan sesungguhnya kebnyakan dari orang – oang yang berserikatiu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lainkecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh”( Shaad:24 )
         Hadits
ه مدأ خي   ي رشا  أ وقي ا إ  ف ةري ر ب أ ع Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. Bersabda “ SesungguhnyaAllha Azza wa Jalla berfirman, ‘ Aku piha ketiga dari dua orangyang berserikat selama salah satunya tidak mengkhianatilainnya.’ “ ( HR Abu Dawud no. 2936 dalam kitab al-Buy, danHakim ) IjmaIbnu Qudamah dalam kitabnya, al-Mughni, telah berkata, “ Kaummuslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarahsecara global walaupunterdapat perbedaan pendapat dalambeberapa eleven darinya.”

Rukun dan Syarat
Rukun syirkah yaitu :1)ijab-kabul yang juga disebut sighah.2)dua pihak yang berakad (‘aqidani), dan memilikikecakapan melakukan pengelolaan harta.3)objek aqad(mahal) yang disebut juga ma’qud alaihi, yangmencakup modal atau pekerjaanSyarat Syirkah menurut Hanafiah :1)Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkahbaik dengan harta maupun yang lainnya. Dalam hal initerdapat dua syarat, yaitu:i.Yang berkenaan dengan benda yangdiakadkan adalah harus dapat diterimasebagai perwakilan.ii.Yang berkenaan dengan keuntunganyaitu pembagian keuntungan yang jelasdan diketahui orang pihak-pihak yangbersyirkah.2)Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mal ( harta )dalam hal ini terdapat dua perkara yang harus dipenuhiyaitu:i.Bahwa modal yang dijadikan objek akad


Perubahan dari NCC menjadi NUC tidak dapat dibenarkan, karena akan mengubah sesuatu yang pasti menjadi tidak pasti yang selama ini lazim disebut sebagai gharar. Pembedaan antara NCC dengan NUC ini sangat penting, karena keduanya memiliki karakteristik yang tidak boleh dicampur adukkan. Dengan kata lain, kita mengubah hal-hal yang sudah pasti menjadi tidak pasti. Hal ini melanggar”Sunnatullah” karena itu dilarang. Demikian pula sebaliknya, yakni bila NUC diubah menjadi Certain, maka terjadilah riba nasiah. Artinya kita mengubah hal-hal yang harusnya tidak pasti menjadi pasti. Hal ini pun melanggar sunnatullah. Tetapi justru hal itulah  yang dilakukan oleh perbankan konvensional dengan penerapan system bunganya. 

A.    RIBA DAN BUNGA
Sejak 1960-an, pengharaman riba (bunga atau rente) telah menjadi suatu isu yang paling banyak didiskusikan dalam kalangan Muslim. Ini adalah konsekuensi dari baik persepsi bahwa bunga banki adalah riba, maupun karena sifat dominana dari bunga dalam sistem perbankan dunia saat ini. Ada dua pandangan utama mengenai riba. Banyak Muslim yang percaya bahwa interpretasi riba sepertiyang terdapat dalam fiqh (hukum islam) adalah interpretasi yang tepat dan karenanya harus diikuti. Interpretasi ini mengandaikan bahwa setiap tambahan yang ditetepkan dalam suatu transaksi pinjaman melebihi dan diatas pokok pinjaman adalah riba.
Bagi pandangan yang lain, pengharaman dipahami dalam kaitannya dengan eksploitasi atas orang-orang yang tak beruntung secara ekonomi di masyarakat oleh orang-orang yang relatif berkelebihan. Elemen eksploiatsi ini mungkin ya atau mungkin tidak benar-benar terjadi dalam bunga bank modern. Kelompok kedua ini mengaatkan bahwa interpretasi riba dalam literatur fiqh tidak memadai dan tidak mempertimbangkan tujuan moral dari pengharaman riba seperti yang dijelaskan dalam, atau dipahami dari al-Qur’an dan sunnah.
Ibnu Al Arabi Al Maliki, dalam kitabnya Ahkam Al Qur’an,  menjelaskan makna riba secara bahasa adalah tambahan. Sedangkan pengertian riba secara terminologi / istilah syariah menurut Ibnu Al Arabi Al Maliki, dalam kitabnya “Ahkam Al Qur’an”, menjelaskan: setiap penambahan yang diambil tanpa adanya transaksi pengganti (‘iwadh).
1.      Riba Dalam Al-Qur’an
Pengecaman dan pengharaman final atas riba dalam al-Qur’an didahului oleh oleh pelarangan sejumlah bentuk perilaku lain yang secara moral tidak dapat diterima terhadap orang-orang yang secara sosial dan ekonomi tidak beruntung, dilingkungan masyarakat Mekkah pada waktu itu.
Al-Qur’an mengingatkan orang-orang yang berkelebihan bahwa harta kekayaan adalah amanat sekaligus ujian. Memperbanyak harta tanpa memperhatikan orang-orang yang secara ekonomi dan sosial tak beruntung tidak akan membawa keselamatan di dunia maupun di akhirat, dan tidak punya nilai hakiki di mata Tuhan.
Riba dari segi istilah bahasa sama dengan “Ziayadah” artinya tambahan. Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengamnbilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa pendapat lain dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jul beli maupun pinjam peminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamlah dalam Islam.
Mengenai hal ini, Allah Swt berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ...
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memamkan harta sesamamu dengan jalan yang bathil...”. (QS. An-Nisa’: 29)
Yang dimaksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang  yaitu transaski bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil, seperti transaksi jual beli, gadai, sewa, dan lain-lain. Dalam hal jual beli, si pembeli membayar harga atas imbalan barang yang diterimanya. Dalam transaksi sewa, si penyewa membayar upah sewa karena adanya manfaat sewa yang dinikmati, termasuk menurunnya nilai ekonomis suatu barang karena penggunaan si penyewa.
Dalam transaksi pinjam meminjam dalam konvensional, si pemberi pinjaman mengambil tambahan dalam bentuk bunga tanpa adanya suatu penyeimbangan yang diterima si peminjam kecuali ada kesempatan atau faktor waktu yang berjalan selama proses peminjaman tersebut. Yang tidak adil disini adalah si peminjam diwajibkan untuk selalu, tidak boleh tidak, harus, mutlak, dan pasti utnung dalam setiap pengguanaan kesempatan tersebut. Menurut Islam, baik tambahan atau kelebihan itu banyak ataupun sedikit, itu sama saja, karena segala sesuatu yang diharamkan tetap haram hukumnya tanpa memandang kuantitasnya.
2.      Riba Dalam Hadis Nabi Muhammad Saw
Pelarang riba dalam Islam tidak hanya merujuk pada Al-Qur’an, melainkan jga hadis. Hal ini karena posisi umum hadis yang berfungsi untuk menjelaskan lebih lanjut aturan yang digariskan melalui Al-Qur’an, pelarangan riba dalam hadis lebih terperinci.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَعُثْمَانُ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ قَالُوا حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ أَخْبَرَنَا أَبُو الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.
Artinya: “...Jabir berkata bahwa Rasulullah Saw mengutuk orang yang menerima riba , orang yang membayarnya, dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda,”Mereka itu semuanya sama”. (HR. Muslim)



Gambaran Terjadinya Riba
Jenis Transaksi
JUAL BELI

PINJAMAN
Beli
Jual
Kelebihan
Keterangan

Pinjam
Kembali
Kelebihan
Keterangan
100.000
120.000
20.000
Laba

100.000
120.000
20.000
Riba

Jenis-Jenis Riba
Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba hutang piutang dan riba jual beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qard dan riba jahiliyah. Adapaun kelompok kedua, riba fadhl dan riba nasiah.
1.      Riba Hutang Piutang
a)      Riba Qard
Suatu manfaat atau tingkatan kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang.
b)      Riba Jahiliyah
Hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.
2.      Riba Jual Beli
a.       Riba Fadhl
Pertukaran antara barang-barang sejejnis dengan kadar/takaran yang berbeda dan barang yang dipertukaran termasuk dalam jenis barang ribawi.
b.      Riba Nasiah
Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi dengan jenis ribawi lainnya. Riba nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan atau tambahn anatar yang diserahkan saat ini yang diserahkan kemudian.
Para Ulama Fuqaha telah membahas masalah riba dalam jenis barang ribawi dengan panjang lebar dalam kitab-kitab mereka. Dalam kesempatan ini akan dijelaskan kesimpulan umum dari pendapat mereka yang initinya bahwa barang ribawi meliputi:
1.      Emas dan perak, baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lainnya.
2.      Bahan makanan pokok, seperti, beras, gandum, jagung, dan lainnya. Serta bahan makanan tambahan seperti, sayuran dan buahan.
Dalam kaitannya dengan perbankan syariah, implikasi ketentuan tukar menukar antar barang-barang ribawi dapat diuraikan sebagai berikut:
1.      Jual beli antar barang-barang ribawi sejenis hendaklah dalam kadar dan jumlah yang sama. Barang tersebut pun harus diserahkan saat transaksi jual beli. Misalnya, rupiah dengan rupiah hendaklah Rp 5.000,00 dengan Rp 5.000,00 dan diserahkanketika tukar menukar.
2.      Jual beli antar barang-barang ribawi yang berlainan jenis diperbolehkan dengan jumlah dan kadar yang berbeda dengan syarat barang diserahkan pada saat jual beli. Misalnya, Rp 5.000,00 dengan 1 dollar Amerika.
3.      Jual beli barang ribawi dengan yang bukan ribawi tidak disyaratkan untuk sama dalam jumlah maupun untuk diserahkan pada saat akad. Misalnya, mata uang (emas, perak, atau kertas) dengan pakaian.
4.      Jual beli antar barang-barang yang bukan ribawi diperbolehnkan tanpa persamaan dan diserahkan pada waktu akad, misalnya, pakaina dengan barang elektronik.
Konsep Riba Dalam Perspektif NonMslim
Riba bukan hanya merupakan persoalan masyarakat Islam, tetapi berbagai kalangan diluar Islam pun memandang serius persoalan ini. Karenanya, kajian terhadap masalah riba dapat diruntut mundur hingga lebih dari dua ribu tahun Islam. Masalah riba telah menjadi bahasan kalangan Yahudi, Yunani, demikian juga Romawi. Kalangan kristen dan masa juga mepunyai pandangan tersendiri mengenai riba.
Karena itu, sepantasnya bila kajian tentang riba pun melihat perspektif dari kalangan nonmuslim tersebut . ada beberapa alasan mengapa pandangan dari kalangan nonmuslim tersebut perlu pula dikaji.
Pertama, agama Islam mengimanai dan mengormati Nabi Ibrahim, Ishak, Musa, dan Isa. Dan Nabi-nabi tersebut diimani juga oleh orang Yahudi Nasrani. Islam juga mengakui kedua kaum ini sebagai Ahli kitab karena kaum Yahudi dikaruniai Allah kitab Taurat, sedangkan kaum kristen dikarunai kitab Injil.
Kedua, pemikiran kaum Yahudi dan kristen perlu dikaji karena sangat banyak tulisan mengenai bunga yang dibuat para pemuka agama tersebut.
Ketiga, pendapat orang-orang Yunani dan Romawi juga perlu diperhatikan karena mereka memebrikan kontribusi yang besar pada peradaban manusia. Pendapat mereka juga banyak mempengaruhi orang-orang Yahudi dan Kristen serta Islam dalam memberikan argumentasi sehubungan dengan riba.
Alasan Pembenaran Pengambilan Riba
Sekalipun ayat-ayat dan hadis sudah sangat jelas dan sharih, masih saja ada bebrapa cendekiawan yang mencoba memberikan pembenaran atas pengambilan bunga uang. Diantaranya karena alasan berikut:
1.      Dalam Keadaan Darurat
Untuk memahami pengertian darurat, kita seharusnya memlakukan pembahasan yang komprehensif tentang pengertian darurat seperti yang dinyatakan oleh syara’ (Allah dan rasul-Nya), bukan pengertian sehari-hari terhadap istilah ini.
Ø  Imam Suyuthi dalam bukunya, al-asybah wan nazair,  menegaskan bahwa darurat adalah suatu keadaan emergency dimana jika seseorang tidak segera melakukan sesuatu tindakan dengan cepat, akan membawanya ke jurang kehancuran atau kematian.
Ø  Dalam literatur klasik, keadaan emergency ini sering dicontohkan dengan seorang yang tersesat di hutan dan tidak ada makanan lain kecuali daging babi yang diharamkan. Dalam keadaan darurat demikian, Allah menghalalkan daging babi dengan dua batasan. Seperti dalam ayat Al-qur’an dibawah ini.
....”فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya: “... barang siap dalam keadaan terpaksa (memakannnay) sedang dia tidak meninginkan dan tidak pula melampaui batas, maka tidak ada batas baginya. Sesungguhnya Allah maha Pengampun dan Penyayang”. (QS. Al-Baqarah:173)
Pembatasan yang pasti terhadap pengambilan dispensasi darurat ini harus sesuai dengan metodologi ushul figh,  terutama penerapan al-qawaid al-fiqhiyyah seputar kadar darurat.
2.      Berlipat Ganda
Ada pendapat bahwa bunga hanya dikategorikan riba bila sudah berlipat ganda dan membratkan, sedangkan bila kecil dan wajar-wajar saja dibenarkan. Pendapat ini berasal dari pemahamn yang keliru atas surat Ali Imran ayat 30:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian mendapat keberuntungan”. (Qs. Ali Imran: 130)
Sepintas ayat tersebut memang hanya menerangkan riba yang berlipat ganda. Akan tetapi, memmahaami kembali ayat tersebut secara cermat, termasuk mengaitkannya denga ayat-ayat riba lainnya secaar komprehensif, serta pemaahaman terhadap fase-fase pelarangan riba secara menyeluruh, akan sampai pada kesimpulan bahw riba dalam segala bentuk dan jenisnya mutlak diharamkan.
3.      Badan Hukum dan Hukum Taklif
Ada sebagian Ulama berpendapat bahwa ketika ayat riba turun dan disampaikan di Jazirah Arab, belum ada bank atau lembaga keuangan yang ada hanyalah individu-individu. Dengan demikian, BCA, Bank Danamon, atau Bank Lippo tidak terkena hukum taklif karena pada saat Nabi hidup belum ada.
Pendapat ini jelas memeliki banyak kelemahan, baik dari ssisi historis, maupun teknis.
a.       Tidaklah benar bahwa pada zaman Rasul tidak ada badan hukum sama sekali. Sejaarah romawi, Persia, dan Yunani menunjukkan ribuan lembaga keuangan yang mendapat pengesahan dari pihak penguasa. Dengan kata lain, perseroan mereka telah masuk ke lembaran negara.
b.      Dalam tradisi hukum, perseroan atau badan hukum sering diosebut sebagai juridical personality atau syakhsyiyah hukumiyah. Juridical personality ini secara hukum adalah sah dan dapat mewakili individu secara keseluruhan.
Perbedaan Antara Investasi Dan Membungakan Uang
Ada dua perbedaan mendasar antara investasi dengan membungakan uang. Perbedaan tersebut daapt ditelaah dari definisi hingga makna masing-masing:
1)      Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung riisiko karena berhadapan dengan unsur ketidakpastian. Dengan demikian, perolehan kembaliannya (return) tidak pasti dan tidak tetap.
2)      Memmbungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung riisiko karena perolehan kembaliannya berupa bunga yang relativ pasti dan tetap.
Islam mendorong masyarakat ke arah usaha nyata dan produktif. Islam mendoorng seluruh masyarakat untuk melakukan investasi dan melarang membungakan uang. Dengan definisi di aatas, menyimpan uang di bank Islam termasuk kategori kegiatan investasi karena perolehan kemabaliannya dari waktu ke waktu tidak pasti dan tidak tetap. Besar kecilnya perolehan kembali itu bergantung pada hasil usaha yang benar-benar terjadi dan dilakukan bank sebagai mudharib atau pengelola dana.
Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil
BUNGA
BAGI HASIL
a.       Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung
Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.
b.      Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.
Besarnya rasio bagi hasil brdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.
c.       Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
Bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
d.      Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang “booming”
Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan penoingkatan jumlah pendapatan.
e.       Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama, termasuk Islam
Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.


B.     TEORI PERTUKARAN DAN PERCAMPURAN DALAM PERBANKAN SYARIAH

1.      Teori Pertukaran
Pemikiran ekonomi mendasar yang dikemudian hari disebut teori pertukaran atau percampuran (the theory of exchange) telah digariskan oleh Rasulullah. Landasan pertukaan barang dan jasa yang merupakan salah satu inti kegiatan ekonomi terdiri dari dua pilar:
Pertama, obyek pertukaran yang dalam fiqh dibedakan jenisnya, yakni: ‘ayn (real assets) berupa barang dan jasa; dan dayn (financial assets) berupa uang dan, sekarang dalam bentuk, surat berharga.
Kedua, waktu pertukaran, yakni dalam bentuk naqdan (immediate delivery) yakni penyerahan pada saat itu juga atau ghayru naqdan (penyerahan kemudian). Ada tiga jenis pertukaran jika dilihat dari segi obyeknya, yakni: ayn bi ‘ayn; ‘ayn bidayn; dan, dayn bidyan
Objek Pertukaran
Ilmu Fiqh membedakan dua jenis objek pertukaran, yaitu:
1)      ‘Ayn (Real Asset) berupa barang dan jasa
2)      Dayn (Financial Asset) berupa uang dan surat berharga

2.      Teori Percampuran
Teori percamuran terdiri dari dua pilar, yaitu:
1.      Objek percampuran dan
2.      Waktu percampuran

1.      Objek percampuran
Sebagaimana dalam teori penukaran, fiqih juga membedakan dua jenis objek percampuran, yaitu:
·         ‘ayn (real asset) berupa barang dan jasa
·         Dayn berupa uang dan surat berharga
2.      Waktu percampuran
·         Dari segi waktunya, sebagimana dalam teori pertukaran fiqih juga membedakan dua waktu percampuran, yaitu:
Ø  Naqdan (immediate delivery) yakni penyerahan saat itu juga
Ø  Ghairu naqdan (Deffered delivery) ykni penyerahan kemudian
Selanjutnya dari segi objek percampuran dapat diidentifikasikan tiga jenis percampuran, yaitu:
1.      Percmpuran real asset ((‘ayn) dengan real asset (‘ayn)
Hal ini dapat terjadi, misalnya seorang tukang kayu bekerjasama dengan tukang batu untuk membangun sebuah rumah, baik tukang kayu maupun tukang batu mereka sama-sama menyumbangkan tenaga dan keahliannya dan mencampurkan jasa mereka berdua untuk membuat usaha bersama, yakni membangun rumah.

2.      Percampuran real asset (‘ayn) dengan financial asset (dayn)
Pada percampuran ini dapat diambil beberapa bentuk kasus, misalnya:
a.       Syirkah Mudharabah
Dalam hal ini financial asset dicampurkan dengan jasa/keahlian. Hal ini terjadi ketika ada seorang pemilik modal (A) yang bertindak sebagai penyandang dana, memberikan sejumlah dana tertentu untuk dipakai sebagai modal usaha kepada seseorang yang memiliki kecakapan untuk berbisnis (B), disini (A) memberikan dayn (uang, financial asset) sementara (B) memberikan ‘ayn (jasa)
b.      Syirkah Wujuh
Contohnya, seorang penyandang dana (A) memberikan sejumlah dana tertentu untuk dipakai sebagai modal usaha, dan B menyumbangkan reputasi/nama baiknya.

3.      Percampuran financial asset (dayn) denga financial asset (dayn)
Percampuran ini dapat mengambil beberapa bentuk. Bila terjadi percampuran antara uang dengan uang dalam jumlah yang sama, hal ini disebut syirkah mufawadhah, namun bila jumlah uangnya berbeda, hal ini disebut syirkah ‘inan. Percamuran dayn dengan dayn dapat juga berupa kombinasi antarsurat berharga, misalkan saham PT X digabungkan dengan saham PT Y.

·         Matrix Of Change
Sebagaiman dalam teori penukaran, maka dalam teori percampuran kita juga dapat membuat ringkasan yang dapat membantu kita menentukan halal haramnya transaksi-transaksi percampuran. Ringkasan tersbut dapat diberika dalam matriks percampuran. Lihat table berikut

Object/Time
Now for Now
Now for Differed
Diferred for differed
‘Ayn+ ‘ayn
‘Ayn + Dayn
Dayn + Dayn
ü
ü
ü
X
X
X

X
X
X


Matiks diatas memberikan panduan yang kompherenship bagi kita semua yang dapat menentukan transaksi percampuran. Semua transaksi percampuran tangguh serah diharamkan (dua kolom paling kanan dari matriks). Yang dibolehkan hanyalah percampuran yang dilaksanakan secara tunai/naqdan (now for now). Percampuran yang halal ini dpat dilihat pada kolom kedua pada matriks diatas.
Dengan semakin kompleksnya transaksi perbankan,maka diperlukan keahlian untuk mendesain akad yang sesuai dengan syariah, dilakukannya fungsi perbankan oleh satu institusi mengakibatkan diperlukan beberapa akad fiqh untuk satu transaksi perbankan modern.

C.    APLIKASI TEORI PERTUKARAN AKAD-AKAD DALAM PERBANKAN SYARIAH

a.      Syarat berlakunya akad dari setiap akad pertukaran dan percampuran

Ø  Akad-akad dalam fiqih muamalat membedakan antara wa’ad dengan akad.
Rounded Rectangle: Wa’ad :
1. Janji (promise) antara 1 pihak kepada pihak lainnya-à one way
2. Terms & Conditions-nya tidak well defined
3. Belum ada kewajiban yang ditunaikan oleh pihak manapun.
Wa’ad adalah janji (promise) antara satu pihak dengan pihak lainnya. Wa’ad hanya mengikat satu pihak saja, yakni pihak yang memberikan janji berkewajiban untuk melaksanakan kewajibannya sedangkan pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban apa-apa terhadap pihak lainnya. Dalam wa’ad, terms and conditions-nya belum ditetapkan secara rinci dan spesifik.bila pihak yang berjanji tidak dapat memenuhi janjinya, maka sangsi yang diterimanya lebih merupakan sangsi moral. 









Sementara Akad adalah ikatan kontrak antara Dua belah pihak yang saling bersepakat yakni masing-masing pihak terikat untuk melaksanakan kewajiban mereka masing-masing yang telah disepakati terlebih dahulu
.
Ø  Antara Tabarru’ dengan Tijarah
Akad tabarru’ adalah segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi nirlaba. Transaksi ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan komercil, akad tabarru dilakukan dengan tujuan tolong menolong dalam rangka berbuat kebaikan. (tabarru  dalam bahasa arab berasal dari kata  birr, yang artinya kebaikan. Contoh akad-akad tabarru adalah Qardh, rahn, hiwalah, wakalah, kafalah, wadi’ah, hibah, Wakaf, Hadiah, dan lain-lain.


Text Box: Pada hakikatnya, akad tabarru adalah akad melakukn kebaikan yang mengharap keridhoan Allah SWT semata. Itu sebabnya ini tidak bertujuan untuk mencari keuntungan komersil.
Konsekuensi  logisnya, bila akad tabarru, bila akad tabarru’.iaakan menjadi akad tijarah,
Bila ingin tetap menjadi akad tabarru, maka ia tidak boleh mengambil manfaat (keuntungan komersil) dari akad tabarru tersebut. Tentu saja ia tidak berkewajiban menanggung biaya yang timbul dari pelaksanaan akad tabarru’. Artinya ia boleh meminta pengganti biaya yang dikeluarkan dalam melaksanakan akad tabarru.
 



                  
                  




                   Fungsi Akad Tabarru adalah akad-akad untuk mencari akhirat,karena itu bukan bisnis. Jadi akad ni tidak dapat digunakan untuk tujuan-tujuan komersil. Bank Syariah sebagai lembaga keuangan bertujuan untuk mendapatkan laba tidak dapat mengandalkan akad-akad tabarru untuk mendapatkan laba.














Rounded Rectangle: Oval: Teori PertukaranOval: Teori PercampuranRounded Rectangle: ü Musyarokah
üMuzara’ah
üMusaqah
üMukhabarah
Oval: Trans. KomersialRounded Rectangle: Wa’ad / AkadAkad-akad dalam Bank SyariahRounded Rectangle: =Murabahah
= Salam
= isthisna
= Ijarah
Oval: NCCOval: NUCRounded Rectangle: 1. Qardh
2. Wadiah
3. Wakalah
4. Kafalah
5. Rahn
6. Hibah
7. waqf
Oval: Trans. Sosial;

















Skema Akad-Akad








P E N U T U P
Alhamdulillahirobbil’alamin. Demikian Kajian tentang sekilas Dasar Ekonomi Islam yang bias kami sampaikan, mudah-mudahan bermanfaat bagi teman-teman sekalian. Semoga dengan kita belajar sedikit tentang teori ekonomi  mulai dari sejarah hingga bentuk-bentuk akad dalam perbankan dapat menambah ilmu dan wawasan kita untuk membuka cakrawala seputar perbankan syariah.
Dengan melihat sejarah perkembangan syariah, perjuangan meneggakkan syariat islam ternyata tidak menjadi kendurnya semangat kita untuk meneruskan perjuangan syariat di bidang ekonomi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar